29 Maret 2010

URGENSI TAUHID



Oleh : Al Ustadz Abu Sumayyah Beni Sarbeni, Lc.

Sebelum berbicara tentang urgensi tauhid, maka hal pertama yang mesti diketahui adalah tauhid itu sendiri. Tauhid secara bahasa adalah mengesakan, adapun secara istilah, maka tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya juga asma dan shifat-Nya.
Pada kesempatan ini saya tidak akan menjelaskan definisi tauhid secara rinci, saya hanya akan menjelaskan tentang pentingnya tauhid dalam kehidupan seorang hamba.
Di antaranya:


Pertama: Tauhid tujuan penciptaan jin dan manusia
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariat: 56)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menjelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia, yakni beribadah hanya kepada-Nya, dan itulah tauhid. Karenanya sebagian ulama menafsirkan kata ‘beribadah kepada-Ku’ yakni ‘bertauhid kepada-Ku’. Sungguh ibadah tidak dinamakan ibadah kecuali berdasarkan tauhid yang benar, sebagaimana shalat tidak sah kecuali dengan thaharah.(1)
Maka ingatlah! Untuk apa kita diciptakan?

Kedua: Tauhid menjamin keamanan dan petunjuk
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (QS. Al An'am: 82)
Syaikh Asy Syinqithy berkata dalam kitabnya Adhwa’ul Bayan: “Yang dimaksud dengan azh zhulmu pada ayat di atas, adalah kesyirikan. Hal itu sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan yang lainnya dari shahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu.”
Al Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: “Mereka adalah orang-orang yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata, bagi mereka keamanan pada hari kiamat, dan sungguh mereka mendapatkan petunjuk di dunia maupun di akhirat.”
Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala artinya adalah bertauhid kepada-Nya dengan membersihkan segala bentuk kesyirikan.

Ketiga: Aqidah dan tauhid landasan amal shalih
Ketika kita senantiasa berkeinginan untuk melakukan amal shalih, maka perkara pertama yang mesti kita sentuh, adalah hal yang berkaitan dengan tauhid, karena sungguh amal perbuatan bisa dianggap sebagai amal shalih ketika amal tersebut berdiri tegak di atas aqidah yang benar.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl: 97)
Syaikh Asy Syinqithy menjelaskan ayat di atas, beliau menyatakan, bahwa dari berbagai ayat bisa disimpulkan, sungguh satu perbuatan bisa dinamakan amal shalih jika terkumpul padanya tiga perkara, yang di antaranya, adalah amal tersebut berdiri tegak di atas tauhid yang benar, karena itulah Allah Ta’ala menyatakan pada ayat di atas ‘dalam keadaan beriman’, yakni memiliki tauhid yang benar.
Walhasil, semua amal seseorang tidak akan pernah shalih selama amal tersebut tidak dibangun di atas tauhid yang benar.

Keempat: Dosa syirik (lawan tauhid) tidak akan diampuni
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat dengan kesesatan yang jauh sekali.” (QS. An Nisa: 116)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menegaskan bahwa dosa selain syirik memiliki kemungkinan untuk diampuni, adapun dosa syirik maka Allah Ta’ala tidak akan mengampuninya, artinya ketika si pelaku tidak bertaubat dari dosa syirik di masa hidupnya, lalu dia mati dalam keadaan demikian, maka sungguh Allah Ta’ala tidak akan mengampuninya.

Kelima: Tauhid merupakan kunci ampunan
Allah Ta'ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi: "Wahai manusia, seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian kamu menghadap-Ku tanpa melakukan kesyirikan sedikitpun, niscaya Aku akan menghadapmu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula." (Hadits riwayat At Tirmidzi dan beliau menghasankannya) (2)
Demikianlah pentingnya terbebas dari kesyirikan sehingga menjadi kunci atas ampunan dosa setiap hamba, walaupun dosa tersebut sepenuh bumi.
Allah Ta'ala menyatakan 'sedikitpun', yakni terbebas dari kesyirikan yang besar ataupun yang kecil. Dan itulah qalbun salim seperti yang Allah Ta'ala firmankan (yang artinya):
"(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy Syu'ara: 88-89) (3)

Fenomena yang ada
Jika kita melihat di sekitar kita, maka banyak sekali ragam perkara yang sungguh jauh dari ajaran tauhid, dari apa yang biasa diucapkan, dari apa yang biasa diamalkan dan dari apa yang biasa disaksikan, maka dakwah kepada ajaran tauhid – selamanya – harus menjadi yang paling utama dan pertama, demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan ingat! Itu semua tidak bisa dikenali kecuali dengan belajar dan menimba ilmu dari sumbernya yang murni, yakni dari Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman para pendahulu umat ini, dari para shahabat dan yang lainnya.
Dan hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon, agar kita senantiasa berada di atas petunjuk-Nya, dan agar kita senantiasa berada di atas tauhid yang benar. Amin!

footnote:
1 Silahkan baca kitab Ushulul Iman karya Syaikh Muhammad At Tamimi.
2 Begitu pula dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam kitabnya Silsilatul Ahadits Ash Shahihah.
3 Lihat Al Qaulul Mufid wa Fathul Majid, halaman 89 cetakan Dar Ibnul Haitsam.

Dikopi dari : www.annajiyah.or.id

-deni-


0 komentar: